Pendidikan agama islam menurut para ahli
Menurut Dr. Armai Arief, M.A pendidkan islam yaitu sebuah proses untuk menciptakan manusia- seutuhnya; beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah allah di muka bumi, bersandar kepada ajaran Al-quran dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses berakhir.
Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (kurikulum PAI, 3: 2002).
Menurut Zakiyah Dradjat pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan agar dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam". (Zuhairani, 1983 : 27)
Syariat islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus di didik melalui proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. dari satu segi kita lihat bahwa pendidikan islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan islam tidak bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu, pendidikan islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan juga karena ajaran islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula yang bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama, dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas, dan kewajiban mereka (Drajat, 1992 : 25-28).
Pendidikan agama dapat di defenisikan sebagai upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt kepada manusia, upaya tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata beribadah kepada Allah (Bawani, 1993 : 65).
Ahli lain juga menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan YME (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya) (Ali, 1995 : 139)
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan variatif tersebut adalah :
- Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
- Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai tinggi dan kehidupan mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
- Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama (insan kamil)
- Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 2005 : 45)
a. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan islam merupakan hal dominan dalam pendidikan, rasanya penulis perlu mengutip ungkapan breiter, bahwa pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus. Mendidik anak berarti bertindak dengan tujuan agar mempengaruhi perkembangan anak sebagai seseorang secarah utuh.
Pendidikan agama islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi.
Secara umum, tujuan pendidikan agama islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional, tujuan umum adalah tujuan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah agar peserta didik manusia-manusia yang sempurna (insan kamil). Sedangkan tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.
Tujuan pendidikan agama islam dalam perspektif para ulama muslim.
- Menurut abdul rahman shaleh mengatakan mengatakan bahwa pendidikan islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah swt, sekurang-kurangnya mempersiapklan diri kepada tujuan akhir, yakni beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepadanya.
- Menurut Imam Al-Gazali mengatakan ada dua tujuan utama yakni, membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dan membentuk insane purna untuk memperoleh kebahagiaan dunia maupun akhirat.
- Menurut Hasan Lagulung dalan bukunya asas-asas pendidikan islam, hasan lagulung menjelaskan, bahwa tujuan pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan hidup untuk menjawab persoalan, untuk apa kita hidup yakni semata-mata hanya untuk menyembah kepada Allah swt.
Dari beberapa pendapat diatas tujuan pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan islam adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah proses pendidikan berakhir. Tujuan ini diklasifikan kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional.
Banyak sekali konsep dan teori tujuan pendidikan islam telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan, baik pada zaman klasik, pertengahan maupun dewasa ini. Namun dapat dipahami, bahwa beragamnya konsep dan teori tujuan pendidikan agama islam tersebut merupakan bukti adanya usaha dari para intelektual muslim dan masyarakat muslim umumnya untuk menciptakan suatu system pendidikan yang baik bagi masyarakatnya. Namun demikian berkembangnya pemikiran tentang tujuan pendidikan islam tidak pernah melenceng dari prinsip dasar yang menjadi asas berpijak dalam pengembangan tujuan pendidikan yang dimaksud.
Oleh karena itu berbicara pendidikan agama islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik, kemudian mampu membuahkan kebaikan diakhirat kelak.
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum
Pendidikan secara kultural pada umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi dan tujuannya tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya, terutama dalam bentuk transfer of knowledge dan transfer of values.
Dalam konteks ini secara jelas juga menjadi sasaran jangkauan pendidikan islam, merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, sekalipun dalam kehidupan bangsa Indonesia tampak sekali eksistensinya secara kultural. Tapi secara kuat ia telah berusaha untuk mengambil peran kompetitif dalam setting sosiologis bangsa, walaupun tetap saja tidak mampu menyamai pendidikan umum ada dengan otonomi dan dukungan luas, dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara nyata.
Sebagai pendidikan agama, maka pendidikan islam memiliki transmisi spritual nyata dalam proses pengajarannya dibanding dengan pendidikan umum, sekalipun lembaga ini juga memiliki muatan serupa. Kejelasannya terletak pada keinginan pendidikan islam untuk mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan, kulturan serta kepribadian. Karena itulah pendidikan islam memiliki beban multi paradigma, sebab berusaha memadukan unsur profan dan imanen, dimana dengan pemaduan ini, akan membuka kemungkinan terwujudnya tujuan inti pendidikan islam yaitu melahirkan manusia-manusia beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lainnya saling menunjang.
Antara ilmu pengetahuan dan pendidikan islam tidak dapat dipisahkan, karena perkembangan masyarakat islam, serta tuntutannya dalam membangun manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga, lebih penting lagi yaitu dapat menemukan konsepsi baru ilmu pengetahuan secara utuh, sehingga dapat membangun masyarakat islam sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.
Pendidikan Agama Dilembaga Sekolah
Manusia beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa sebagai karsa sila pertama pancasila, tidak dapat terwujud secara tiba-tiba. Manusia beriman dan bertaqwa terbentuk melakukan proses kehidupan dan proses pendidikan, khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Proses pendidikan itu berlangsung seumur hidup manusia baik dilingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di masyarakat.
Keimanan dan ketakwaan tidaklah dapat terwujud tanpa agama. Hanya agamalah yang dapat menuntun manusia menjadi manusia bertaqwa terhadap tuhan. Hal ini tertuang dengan jelas dalam tujuan pendidikan nasional, mempunyai makna bagi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Manusia taqwa adalah manusia yang secara optimal menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan masyarakat. mengamalkan agama itu juga dibina dan dituntun sendiri mungkin melalui proses pendidikan juga diperankan oleh pendidikan agama dalam hubungan ini pendidikan agama berfungsi sebagai usaha membina kehidupan beragama melalui pendidikan disinilah letak fungsi pendidikan agama dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Lebih lanjut dapatlah diungkapkan bahwa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya (insan pancasila) dan masyarakat Indonesia seluruhnya (masyarakat pancasila), maka pendidikan agama berfungsi:
- Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia agar percaya dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa.
- Mebina warganegara Indonesia menjadi warga Negara sekaligus ummat taat menjalankan agamanya.
Menurut Sahertian (2000 : 1) mengatakan bahwa pendidikan adalah "usaha sadar dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan."
Sedangkan Ihsan mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 1996 : 1)
Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
a. Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali termasuk bidang aqidah ialah rukun iman, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
b. Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah terkait hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya dimana materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
- Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
- Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
- Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”
- Khilafah (pemerintahan/politik islam)
- Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
- Akhlak/etika
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” artinya perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur tingkah laku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran”.
Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)
Jadi, etika adalah perbuatan baik dari orang dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
Menanamkan etika
Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai sebagaimana tercantum dalam surat al-Ahsab di atas.
Berikut ini sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia.
a. Agama merupakan sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang dan manusia seperti ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Tanpa moral kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan negara, sebab soal baik buruk atau halal haram tidak lagi dipedulikan orang. Dan kalau halal haram tidak lagi dihiraukan. Ini namanya sudah maehiavellisme. Machiavellisme adalah doktrin machiavelli “tujuan menghalalkan cara kalau betul ini yang terjadi, biasa saja kemudian bangsa dan negara hancur binasa.
Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan “bahwa keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah lenyap, akan lenyap pulalah bangsa itu”.
Dalam kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu adakalanya merugikan. “kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia kepada kebiadapan”
Demikian dikatakan oleh Prof. Dr. Alexis Carrel seorang sarjana Amerika penerima hadiah nobel 1948 “moral dapat digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral paling teguh. Nabi Muhammad Saw di utus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
W.M. Dixo dalam “The Human Situation” menulis “ Agama betul atau salah dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akherat kedepannya, adalah dalam keseluruhannya kalau tidak satu-satunya paling sedikit kita boleh percaya, merupakan dasar yang paling kecil bagi moral”.
Dari tulisan W.M. Dixon di atas ini dapat diketahui bahwa agama merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama menganjurkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akherat. Pendapat Dixon ini memang betul. Kalau orang betul beriman bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan itu maha mengetahui kepada tiap orang sesuai dengan amal, maka keimanan seperti ini merupakan sumber bagi moral. Itulah sebabnya ditegaskan oleh Rasulullah Saw. artinya : ”Orang mukmin paling sempurna imannya ialah orang mukmin yang paling baik akhlaqnya” (Riwayat Tirmizi)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, karena agama bersumber dari agama. Dan agama menjadi sumber moral, karena agama menganjurkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, dan selain itu karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b. Agama merupakan petunjuk kebenaran
Salah satu hal ingin diketahui oleh manusia ialah kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya dan menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu masalah kebenaran.
Tetapi dapat disayangkan, sebagaimana telah disebutkan dalam uraian terdahulu, sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai kemampuan ilmu dan filsafat hanyalah sampai kepada kebenaran relatif atau nisbi, padahal kebenaran relatif atau nisbi bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran sesungguhnya ialah kebenaran mutlak dan universal, yaitu kebenaran sungguh-sungguh benar, absolut dan berlaku untuk semua orang.
Tampaknya sampai kapanpun masalah kebenaran akan tetap merupakan misteri bagi manusia, kalau saja manusia hanya mengandalkan alat bernama akal, atau ilmu atau juga filsafat (Demoikritas, 2004 : 360-460)
Kebenaran itu dalam sekali letaknya tidak terjangkau semuanya oleh manusia. Penganut-penganut sufisme, yaitu aliran baru dalam filsafat Yunani pada pertengahan abad ke-5 menegaskan pula”. Kebenaran sebenar-benarnya tidak tercapai oleh manusia.
Kemudian Bertrand Rossel seorang Failosuf Inggris termasyur juga berkata “apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh ahli ilmu pengetahuan, ialah menentukan kebajikan (haq dan bathil). Segala sesuatu berkenaan dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah, artinya “Sesungguhnya telah kami turunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran agar kamu memberi kepastian hukum di antara manusia dengan apa yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu” (an-Nisa’, 105)
c. Agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika
Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta”.
Ibnu Kholdum dalam kitab Muqaddimah-nya menulis “akal ada sebuah timbangan tepat, catatannya pasti dan bisa dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang hakekat dari soal-soal berkaitan dengan keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan atau soal-soal lain di luar lingkungan akal, adalah sebagai mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung, ini tidak berarti bahwa timbangannya itu sendiri kurang tepat. Soalnya ialah karena akal mempunyai batas-batas .
Berhubungan dengan itu persoalan menyangkut metafisika masih gelap bagi manusia dan belum mendapat penyelesaian semua tanda tanya tentang itu tidak terjawab oleh akal.
d. Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun di kala duka
Hidup manusia di dunia fana ini kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan. Kenyataan menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka silih berganti.
Firman Allah Swt artinya : “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, dan engkau kami coba dengan yang buruk dan dengan baik sebagai ujian” (al-Ambiya, 35).
Dalam masyarakat dapat dilihat seringkali orang salah mengambil sikap menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya dikala suka, orang mabuk kepayang dan lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan padanya tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat manusia jahat. (Shaleh, 2005: 45).
Komentar
Posting Komentar