Salah satu
dari kekhasan zaman modern adalah kepraktisan dan mode. Kenapa kita menyukai
kepraktisan? mungkin Karena kesibukan. Karena kenyataan itulah, segala komoditi
dikemas dalam bentuk yang praktis. Makanan praktis, peralatan berdandan
praktis, semir praktis, perbankan praktis, belanja praktis, dan lain-lain.
Semuanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan itu.

Namun ada
masalah ketika segalanya diatur dan dikendalikan oleh kekuatan tangan-tangan
kepraktisan dan mode. Orang sering dibuatnya lupa dan tidak sadar akan esensi
suatu masalah. Sehingga seringkali yang terjadi kemudian orang hanya menyentuh
yang aksesorial saja.
Ambil
contoh soal HP tadi. Kalau dengan jujur kita bertanya kepada diri, apa fungsi
sesungguhnya dari HP itu ? tentu manfaatnya hanya sebatas sebagai sarana
komunikasi yang bisa digunakan dimana saja, karena sifat mobile itu. Tapi,
benarkan kita menggunakan HP untuk kepentingan yang benar-benar penting dan
produktif? Jawabannya, hampir sebagian besar dari kita, tidak.
HP hanya digunakan sebagai alat komunikasi luaran, bertegur sapa hello atau kencan lewat sms. Dan HP lebih diperlakukan sebagai sarana aksesori mejeng dan menambah bobot performance.
HP hanya digunakan sebagai alat komunikasi luaran, bertegur sapa hello atau kencan lewat sms. Dan HP lebih diperlakukan sebagai sarana aksesori mejeng dan menambah bobot performance.
Ketika
kita berada pada belitan kehidupan serba praktis, lambat laun kita akan
terseret dan terjerembab dalam aliran ketidaksadaran dan menjadi orang yang
berhenti pada aksesori luaran saja.
Hal serupa
pada gilirannya akan mengimbas pada masalah ritual, peribadatan, dan kehidupan
sehari-hari. Kita tentu kerap menyaksikan betapa lembaga atau institusi
perkawinan hanya menjadi mode. Hari ini Mr.A dan Mrs. B melaksanakan helat
perkawinan, besok lusa, sebulan kemudian sudah bubaran. Itu juga tidak hanya
terjadi di kalangan dunia artis.
Berumrah
bulan ramadhan juga seperti cendawan dimusan hujan. Diamana-mana menjelang
bulan ramadhan iklan-iklan biro wisata dan haji menawarkan program. tapi
sepulang ber umrah tidak ada perubahan yang mendalam. Sehingga ibadah haji dan
umrah pun tidak lebih sebagai ritual wisata saja.
Kalau kita
sudah terjebak pada hal yang bersifat formalitas dan aksesorial seperti tadi,
kita akan menjadi orang yang berhenti disitu. Dan itu sangat berbahaya. Karena
amalan-amalan keseharian kita, yang dalam konsep islam itu adalah
keseluruhannya dikategorikan ibadah, bisa kehilangan jiwa. Jiwa kesadaran
tentang arahnya kemana.
Kalau
sudah kehilangan, jiwa menjadi kaku dan mati. Ujung-ujung nya kita bisa
melupakan tujuan yang agung. Yaitu mendekatkan diri dan mencari ridha ilahi.
Pekerjaan-pekerjaan
keseharian yang pada dasar nya juga ibadah bisa tak ada nilainya dan di akhirat
kelak kita akan menjadi orang kecewa. Menjadi orang yang merugi dan frustasi
karena kita ternyata tidak pernah memasukkan point atau simpanan amal kebajikan
ke dalam tabungan akhirat kita. Dan itu digambarkan dalam al qur’an sebagai
fatamorgana.(al qur’an : al kahfi: 104)
Taken from
little sufi books
Tasirun
sulaiman
Komentar
Posting Komentar