Penyebab Cemarnya Profesi "Guru"


Berikut ini adalah asumsi dasar penulis. Tentang sebab cemarnya profesi "guru" di indonesia
Penyebab cemarnya profesi "guru"
1. Politik.
Rusaknya nama guru di indonesia disebabkan oleh politik. Liat saja hampir setiap kampanye semua bakal calon selalu menyatakan bahwa pendidikan sebelumnya kurang bagus. Kurang ini dan kurang itu.  "Pendidikan mesti berpihak pada rakyat. Pendidikan dewasa kini sudah menjadi ladang bisnis. Pilih saya sebagai pemimpin, jika saya terpilih kita rombak sistem pendidikan."itu lah beberapa kutipan statement para bakal calon.
Tanpa sadar hal tersebut menciptakan paradigma public. Bahwa pendidikan kita sangat jelek, tidak relevan dan terkesan buruk dimata masyarakat. tentu secara otomatis membuat seluruh elemen yang ada didalamnya kecipratan citra tersebut.

2. Pemerintah
Pemerintah juga punya kontribusi besar dalam menyumbang nama buruk bagi "guru". Berbagai kebijakan terhadap dunia pendidikan seolah berpihak pada guru tetapi sesaat kemudian menjebak dan mengikat. Tak pernah pula ada statement membela saat guru disudutkan. Terlaaaaluuuuu........kata bang haji. 

Seperti yang kita ketahui bahwa guru adalah bagian terbawah dari satu sistem pendidikan yang begitu besar pada bangsa ini. Guru hanya menjalankan suatu sistem. Tetapi anehnya jika ada kesalahan sekonyong-konyong langsung tertuju pada nama"guru".  Buktinya tak pernah ada pemberitaan salah tentang pengawas sekolah. padahal semua penyimpangan di sekolah tentu pengawas sekolah tahu. Tak ada pemberitaan salah tentang dinas pendidikan. Apalagi badan pemeriksa keuangan sekolah tak pernah kecipratan citra buruk. padahal dari sekian banya kasus penyimpangan dana bos.
Mereka juga  turut serta tutup mata dan tutup kuping. Pemerintah kita juga begitu permisif dengan berbagai media yang merusak generasi pemuda sehingga hal tersebut menyulitkan pengoptimalan sistem pendidikan bangsa ini.
Tetapi jika degradasi moral terus berjalan. kenapa hanya guru yang disalahkan?

3. Aktivis -aktivis pendidikan
Berbagai seminar, berbagai event atau workshop kecil sekalipun. Nama guru selalu disandingkan dengan   sesuatu yang seolah harus diperbaiki dan harus dibenahi. Terlebih untuk para guru senior dan sudah lanjut. Hal tersebut sangatlah tidak bijaksana. kita tahu internet itu baru tenar, kita tahu bahwa berbagai metode pembelajaran baru saja diadopsi dan kita juga tahu bahwa saat mereka pendidikan dulu berbagai media tak secanggih sekarang. Kita terus saja menyalahkan mereka tanpa pernah berpikir bahwa merekalah yang membuat kita, bisa seperti sekarang.  Mereka terus saja dipaksa untuk menguasai teknologi yang mata mereka pun tak lagi mampu untuk melihat layar komputer. Mereka di jejali oleh berbagai istilah baru yang sengaja diubah-ubah. Yang pada akhirnya melahirkan istilah bahwa SDM pendidikan bangsa kita gaptek dan kualitas nya rendah.

4. Oknum
Oknum-oknum tertentu dalam dunia pendidikan secara lenggang kangkung meraup keuntungan lewat korupsi. Tapi lagi-lagi yang kena getah nya adalah nama "guru" seperti gayung bersambut. Media pun tak pernah luput untuk memperbesar 1 orang dibanding jutaan  guru di seluruh indonesia untuk masalah-masalah kecil seperti lks dan dan buku cetak.  Dan tiba-tiba citra para guru seolah begitu rakus oleh uang LKS. Padahal kenyataan dilapangan tidaklah demikian. Para siswa menyatakan bahwa penggunaan lks lebih membantu dan lebih praktis. Tak perlu ribet dengan mencatat dan mendikte. Mereka bisa langsung belajar dan berlatih walaupun agak mahal tetapi hal tersebut lebih baik ketimbang proses KBM dihabiskan hanya untuk mencatat soal. Sebuah aktivitas yang sangat membosankan dan tidak produktif.

5. Istilah sekolah gratis
Istilah ini benar-benar memberikan konotasi negative bagi nama "guru". Para wali murid langsung bersuara kritis jika ada kata "uang" atau kata "sumbangan"dari anaknya. Yang lebih memprihatinkan adalah ketika seorang  rekan menugaskan siswa untuk membuat laporan tertulis tentang lingkungan sekitar nya. Dan siswa tersebut meminta uang pada orang tua nya untuk membeli pena. Tiba-tiba si orang tua marah-marah dan berkata " sekarang kan sekolah gratis. Kok minta uang terus sich. "
Lucu memang. Tetapi itulah fakta. Masyarakat kita tidak benar-benar tahu apa itu sekolah gratis. Mereka berpikir bahwa gratis yang dimaksud adalah gratis segala nya. Termasuk ongkos sekolah, ongkos ojek, uang jajan siswa bahkan mungkin  biaya membeli  buku tulis dan pena juga.
Anehnya pemerintah tak pernah mensosialisasikan istilah tersebut secara konkret.

Kesimpulan
1. Peningkatan harus tetap terjadi tetapi jangan korbankan siapapun didalamnya.
2. Suksesnya sebuah sistem bukan pada bagus atau tidaknya tetapi pada semangat orang-orang yang menjalankannya. Karena sebagus apapun sistemnya tak akan mampu berjalan jika hanya di komentari atau hanya diwacanakan saja. Apalagi mengkambing hitamkan guru.
3. kritik terhadap kinerja guru itu penting. tetapi memandang permasalahan dunia pendidikan secara lebih luas dan komprehensif itu lebih penting.
4. Tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa bukan hanya tugas guru tetapi tugas kita semua. So......jangan selalu salahkan guru. Jika generasi bangsa ini tidak berkualitas.

Komentar