Menurut Lowenfeld, (1955:219), klasifikasi
tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu:
1. Tunanetra sebelum
dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
2. Tunanetra setelah
lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman
visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia
sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan
meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4. Tunanetra pada usia
dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan
latihan-latihan penyesuaian diri.
5. Tunanetra dalam usia
lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
b. Klasifikasi
tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu:
1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi
mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan
pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
2. Tunanetra setengah
berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya
dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu
membaca tulisan yang bercetak tebal.
3. Tunanetra berat (totally blind);
yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
C. Karakteristik Penyandang disabilitas Netra:
1. Fisik
Keadan fisik anak Tunanetra tidak berbeda dengan
anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantaranya mereka hanya terdapat pada
organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik
antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata
merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.
2. Perilaku
1) Beberapa gejala tingkah laku pada anak
yang mengalami gangguan penglihatan dini antara lain; berkedip lebih banyak dari biasanya, menyipitkan mata, tidak dapat
melihat benda-benda yang agak jauh.
2) Adanya keluhan-keluhan antara lain; mata gatal, panas, pusing, kabur atau
penglihatan ganda.
3. Psikis
1) Mental/Intelektual tidak
berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas
atas sampai batas bawah.
2) Sosial Kadang kala ada keluarga yang belum siap
menerima anggota keluarga yang tuna netra sehingga menimbulkan
ketegangan/gelisah di antara keluarga. Seorang tunanetra biasanya mengalami
hambatan kepribadian seperti curiga terhadap orang lain, perasaan mudah
tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.
World Health
Organization (WHO) mengkategorikan kebutaan dalam 5 klasifikasi
diantaranya:
kategori 1: rabun atau penglihatan kurang dari
3/60:
kategori 2: rabun tajam pemglihatan kurang dari 6/60:
kategori 3: tajam penglihatan kurang dari 1/60 lapang pandang kurang dari 5 derajat;
Kategori 4: Buta tajam pengihatan kurang dari 1/60
lapangan pandangan kurang dari 5 derajat
Kategori 5: Buta atau tidak ada presepsi sinar.
3/60 maksutnya adalah jika mata normal dapat melihat suatu objek dengan jelas
dari jarak 60 meter, maka orang yang penglihatannya rabun hanya dapat melihat
dari jarak 3 meter agar objek tersebut dapat terlihat jelas.
Komentar
Posting Komentar