Kesempatan Belajar


Ironis memang, jurang lebar terpampang di hadapan kita setiap saat. Dan hal ini terjadi pada anak-anak indonesia sob.
Disatu sisi, ada yang sedang berjuang hanya untuk sesuap nasi tanpa pernah mengecap pendidikan, sedangkan di tempat yang lain sebaya nya sedang asik bermain disekolah tanpa pernah peduli apa itu makna belajar.


Mungkin sobat pembaca pun sering menemukan hal yang sama. Tapi itulah indonesia sob.......miris rasanya.
Dan hal ini terjadi di hampir sebagian besar sekolah di indonesia. Para siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang sama sekali tidak terkait dengan proses pembelajaran. Seperti : ngobrol, facebook- an, atau hanya sekadar selfie-selfie di dalam kelas. Kesempatan untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya di sekolah seolah telah hilang dari benak mereka. Dan yang ada hanyalah" pergi sekolah, main dengan teman-teman, pulang happy-happy".

Lain di sekolah lain pula di lingkungan nya sob. Berbagai komunitas merebak seperti jamur mengkotak-kotakan para remaja. komunitas orang ganteng lah, komunitas orang kaya, komunitas motor mahal, komunitas motor butut. ya tentu saja yang berkumpul adalah remaja-remaja yang se kelas atau se level saja. bukan kah diskriminasi telah di hapuskan sob..... Sebut saja club mobil yang membernya adalah para anak orang kaya dengan tongkrongan mobil mewahnya. Hanya duduk-duduk di pinggir jalan sambil ngobrol dan pamer mobilnya. Dan club-club tersebut sebagian besar membernya adalah para remaja sang generasi penerus bangsa. Generasi yang harusnya belajar di rumah justru asyik bercengkrama di tempat-tempat umum. Jika sudah demikian mungkin sudah terbayang indonesia akan jadi apa kedepannya. 

Berbeda dengan para pendidik tempo doloe yang pusing dan marah besar jika siswa nya tak bisa apa-apa. Para pendidik dewasa kini lebih marah jika nominal sertifikasi nya yang berjumlah jutaan itu dihapuskan. Sedangkan para guru honor yang menjadi ujung tombak dunia pendidikan megap-megap tak bisa nafas karena nilai upah yang hanya 400 ribu rupiah. Di daerah-daerah terpencil bahkan gaji guru honor hanya 100-200 ribu rupiah saja. Padahal sumbangsih para guru honor dalam dunia pendidikan sangatlah besar. Dengan kemampuan mengajar dan kepekaan terhadap teknologi komputerisasi yang tinggi, sangatlah miris jika gaji para pendidik honorer hanya mendapatkan upah yang 3 kali lipat lebih rendah dari para buruh pabrik.

Belum lagi para orang tua di daerah perkotaan dengan tingkat aktivitas yang tinggi sob. Para remaja hanya memiliki waktu sedikit berjumpa dengan orang tuanya di rumah, itupun disaat malam menjelang tidur sob........

Tidak sedikit remaja indonesia yang miskin perhatian orang tuanya, lantas menjadi yatim piatu meskipun orang tuanya masih hidup.

Dari 5 aspek tersebut yaitu remaja, pendidik, lingkungan sekolah, lingkungan rumah dan keluarga. Satu aspek dengan aspek lainnya sama sekali tidak mendukung. Apakah memungkinkan untuk menciptakan generasi muda yang berkarakter.??? Apakah memungkinkan utuk menciptakan generasi emas indonesia?????

Sedangkan para pemangku kebijakan pendidikan lebih sibuk dengan bergonta-ganti kurikulum sambil bicara lantang soal pendidikan berkarakter.

Komentar